Rabu, 17 April 2019

kisah Fu Lu Shou


Dewa SHOU yang pertama disebut ada pada zaman Dinasti JIN awal. Pada waktu itu dikatakan Dewa SHOU adalah NAN CIK LAO REN XING = Bintang Kutub Selatan = Bintang Orang Tua. Dari ketiga bintang di atas, yang paling populer adalah SHOU XING (Bintang kutub Selatan), yang hanya dapat dilihat di daerah Tiongkok bagian Selatan saja.

Kemudian, bersamaan dengan semakin banyaknya cerita-cerita yang beredar di dalam masyarakat, akhirnya jadilah Dewa SHOU dengan ciri-cirinya sebagai berikut : “Orang tua yang kepalanya besar dan panjang, berwajah bijak & ramah, tubuhnya pendek, janggutnya putih, membawa tongkat berkepala naga dan membawa buah Xian Dou, dan sering dikelilingi oleh kelelawar dan rusa berbintik-bintik putih”.

Kalau Dewa FU, dalam legenda/cerita masyarakat Tiongkok ada banyak, tetapi yang bisa mewakili adalah BE CIAN, yaitu Jenderal Perang dari Kaisar HAN YUAN (HAN YUAN HUANG DI). Karena jasa-jasanya, maka ketika gugur dalam perang melawan pemberontakan Man Yu, maka oleh Maha Dewa diangkat sebagai Shen/Dewa FU (QING FU ZHENG SHEN).

Nah setelah ada Dewa SHOU dan Dewa FU, masih juga dirasakan adanya kekurangan, maka untuk melengkapinya diciptakanlah sosok Dewa LU yang punya ciri-ciri : “Berwajah tampan dan berseri-seri, tinggi badan semampai, mengenakan jubah hijau daun, kemana-mana selalu diikuti oleh seekor Rusa Sakti”.

Sekarang lengkaplah sudah Dewa FU, LU dan SHOU yang bisa mewakili semua “kebutuhan” masyarakat, yang pada umumnya selalu punya keinginan untuk bisa mendapatkan “REJEKI” yang berlimpah, “KEDUDUKAN” yang berjaya dan “KESEHATAN” yang prima dan berumur panjang

Jadi, menurut Tokoh Agama TAO yang ahli dalam astronomi, FU ; LU ; SHOU, sebenarnya adalah nama-nama yang mewakili rasi bintang tertentu, yang digunakan untuk meramalkan “Rejeki”, “Kejayaan” dan “Kesehatan/Usia” seseorang.

Hal ini ada baiknya juga, untuk selalu menentramkan psikologis masyarakat, supaya selalu punya harapan dan cita-cita, untuk mendapatkan semua yang diinginkannya, bila di rumah memiliki Altar FU LU SHOU



Selasa, 16 April 2019

Dewa Dapur

Sembahyang Dewa Dapur

Dalam kebudayaan tradisional Tionghoa, bagi sebagian kalangan masyarakat keturunan yang masih percaya mengganggap bahwa setiap pada tanggal 23 bulan 12 tahun penanggalan Imlek adalah “Hari Dewa Dapur” atau lebih dikenal dengan sebutan Cao Kung Kong/Zhao Shen.

Siapa sebenarnya Dewa Dapur (灶君宫; Zào jūn Gōng) atau dalam dialek Hokkian disebut Cao Kung Kong itu? Dikisahkan dalam legenda, Dewa Dapur dikirim dari Surga ke Bumi oleh Kaisar Langit. Dewa Dapur bertugas untuk memantau perilaku dan mencatat perbuatan manusia sehari-hari, baik perbuatan yang baik maupun perbuatan yang buruk.

Setiap tahun, sang Dewa Dapur akan naik ke kahyangan dan melapor kepada Kaisar Langit tentang semua kebaikan dan keburukan yang diperbuat oleh manusia, terlebih untuk keluarga yang diawasinya sepanjang tahun tersebut.

Oleh karena itu setiap rumah tangga yang ada tempat sembahyang kepada Dewa Dapur akan membuat upacara persembahan kepada sang Dewa Dapur pada tanggal tersebut dengan tujuan untuk mengantar Dewa Dapur naik ke Langit. Sembahyang kepada Dewa Dapur ini juga sebagai tanda bermulanya sambutan perayaan Tahun Baru Imlek.

Sisa waktu 7 hari menyambut tahun baru Imlek biasanya ada waktu sehari yang dimanfaatkan oleh umat untuk membersihkan altar sembahyang dan rupang/patung Dewa/i, baik yang ada di Kelenteng ataupun di tempat sembahyang (kam) pribadi di rumah.

Pembersihan altar sembahyang dan rupang/patung Dewa/i ini merupakan sebuah simbol tanda bakti yang dimaksudkan untuk menyiapkan tempat yang bersih untuk para Dewa/i ketika kembali turun pada hari ke 4 setelah Imlek nanti. Pembersihan di Kelenteng juga bertujuan untuk mempersiapkan diri karena umat akan mulai ramai datang pada saat menjelang dan sesudah Imlek nanti

Setelah itu pada Hari ke-empat di tahun yang baru setelah Imlek, kembali ditandai lagi dengan suatu upacara persembahyangan untuk menyambut turunnya Dewa-Dewi dari Langit ke bumi. Persembahyangan ini umumnya dilakukan di Kuil/Klenteng, namun ada pula yang melakukan sembahyang di rumah masing-masing.

Upacara sembahyang ini dilakukan sekitar tengah malam menjelang tibanya tanggal 4 (subuh). Tujuan upacara sembahyang ini adalah untuk menyambut kembalinya sang Dewa Dapur dan Dewa-Dewa lainnya dari Istana Langit karena telah selesai membuat ‘Laporan Tahunan’ kepada Kaisar Langit (Yu Hwang Shang Di); untuk selanjutnya kembali bertugas mengawasi jalannya Kehidupan di Dunia ini.

Menurut legenda, Dewa Dapur itu berasal dari jaman Dinasti Qing (1644 – 1911). Saat itu Kaisar melihat ternyata dapur merupakan tempat berkumpulnya para dayang wanita; dimana dari sana sering berkembang gosip dan fitnah di lingkungan istana, sehingga kemudian menyebar keluar dan mempengaruhi ketentraman masyarakat lingkungannya.

Karena itu Kaisar kemudian menitahkan bahwa setiap rumah warga di dapurnya harus dipasang Dewa Dapur. Diedarkan titah yang isinya bahwa Dewa Dapur akan mengawasi, serta mencatat semua omongan serta kegiatan di dapur setiap harinya, lalu pada tanggal 26 bulan 12 Imlek, Dewa Dapur akan naik ke langit menemui Kaisar Langit (Yi Huang Ta Ti), untuk melaporkan semua catatannya mengenai keluarga yang dia awasi (quote dari taobali.org, Lie Ing Sen; dengan pengeditan seperlunya).

Bagi umat yang masih menjalankan tradisi sembahyang menyambut Dewa Dapur ini, mereka sangat percaya bahwa di hari baik inilah para Dewa-Dewi yang baru turun dari Langit akan membawa banyak Berkah yang akan dibagi-bagikan kepada manusia di bumi.

Ritual mengantar dan menyambut Dewa Dapur ini digelar setiap tahun  untuk menyambut Imlek. Seperti kata pepatah, “Ketika Dewa Dapur menyebarkan kata-kata yang baik di Surga, Bumi akan menjadi damai“. Istilah ini sudah tersebar luas di kalangan orang Tionghoa

SEJARAH HOK TEK CENG SIN

SEJARAH HOK TEK CENG SIN ( TUA PEK KONG ) AMURVA BUMI
SEJARAH 
HOK TEK CENG SIN 
( TUA PEK KONG ) 
AMURVA BUMI

  Hok Tek Ceng Sin ( Tua Pek Kong ) di zaman dahulu kala adalah seorang Raja yang adil dan bijaksana.

Tua Pek Kong She Tio, nama-nya Hok Tek, umur 7 tahun sudah belajar bahasa Tionghoa kuno, masa muda ganteng lincah, pintar, dengan Orangtua taat perintah-nya, jujur, senang menolong fakir miskin, suka bergaul, sering ber-komunikasi dengan Petani dan Nelayan.

Waktu umur 36 tahun, Tua Pek Kong menjadi Raja sangat bijaksana, sayang Rakyat seperti Anak sendiri, ter-lebih-lebih Rakyat yang melarat, Tua Pek Kong banyak ber-buat Amal.

Pada Tahun 1236, Raja Terbaik ini meninggal dunia di umur 102 tahun. Manusia zaman dahulu senang memanjangkan jenggot, Tua Pek Kong wafat tiga hari, muka-nya tidak berubah, seperti Manusia masih hidup, Rakyat yang melayat semua kaget.

Tua Pek Kong meninggal ganti Raja yang lain. Raja baru ini sangat tamak dan jahat. Karena punya kekuasaan, Rakyat di-siksa, kalau yang hutang-nya banyak di-hukum masuk penjara.

Rakyat marah di hati tapi tidak berani keluar suara, Rakyat tidak berani bantah. Akhir-nya banyak yang merantau ke Negeri lain. Sawah ladang tidak ada yang urus. Orang-orang Desa semua bingung dan susah. Memikirkan dahulu waktu Tua Pek Kong menjadi Raja, adil dan bijaksana. Orang-orang Desa tidak bisa melupakan riwayat ini.



Ada satu Keluarga miskin, mengharapkan Tua Pek Kong kembali seperti semula memimpin Desa, damai dan makmur, lalu ambil 4 (empat) batu bata. Satu buat atap-nya, 3 (tiga) buat tembok-nya, buat seperti rumah kecil, dalam di-kasih Nama “Hok Tek Ceng Sin”. Pagi dan sore sembahyang memohon, lalu ada yang ambil tempayang kecil pecah taruh di bawah tanah buat tempat pasang hio sua.

Raja Wei suruh Pengawal selidiki. Akhir-nya tahu dan tertawa mengejek-nya. Keluarga miskin itu tidak perduli lalu menjawab, ada uang tinggal di gedung besar, tidak punya uang tidak punya rumah tinggal di tempayang pecah.

Sungguh mustahil sekali Orang yang sungguh-sungguh ber-sujud pada Tua Pek Kong ( Toh Te Kong ) tidak lama menjadi kaya raya, beras, palawija, panen besar, hewan ternak tambah banyak, Manusia selamat dan berkati.

Semua Petani panen besar, Orang-orang Desa yang percaya kepada Tua Pek Kong di-jaga dan di-beri berkat. Orang-orang Desa semua setuju untuk membangun Kelenteng untuk ber-Terimakasih atas Kebaikan Tua Pek Kong.

Kelenteng sudah jadi, banyak Orang yang datang dan Sembahyang. Orang yang jauh juga datang Sembahyang dan mohon. Petani mohon supaya panen banyak, Orang kerja mohon supaya badan sehat selamat, Pedagang mohon dagangan-nya laris, yang memelihara ternak mohon ternak-nya banyak berkembang-biak. Ada yang mohon supaya hidup damai dan makmur. Sungguh, Orang yang sungguh-sungguh mohon akhir-nya terkabul.

Orang-orang yang percaya, di rumah di-buat meja untuk tempat Sembahyang Tua Pek Kong. Pagi sore Sembahyang memasang hio, se-Keluarga damai dan makmur.


Pada Tahun 1242 diberi Nama Tua Pek Kong. Orang-orang yang senang dengan Tua Pek Kong sampai membuat pantun. Karena Tua Pek Kong murah hati sekali sampai mengharukan Makco ( Tien Sang Sen Mu ) Mama Dewa Langit, menyuruh Delapan Dewa jemput Tua Pek Kong ke Surga menjadi Dewa Tanah, menjaga buah Dewa. Lalu kabar ini tersebar ke-mana-mana, Orang-orang Desa tambah percaya dan hormat.


Pertama Orang She Cang panggil Hok Tek Ceng Sin atau Tua Pek Kong. Orang Desa panggil
Toh Te Kong,
Hok Tek Je,
Hok Tek Kong,
Dewa Tempat,
Dewa Tanah,
ada juga menyebut Dewa Belakang Tanah. Akhir-nya Tua Pek Kong, Umat-nya banyak sekali sampai sekarang turun-temurun Ajaran Nenek Moyang kalau ada tanah ada Tua Pek Kong.


Di Negeri Tiongkok di Desa atau Kota di-mana-mana pasti ada Kelenteng Tua Pek Kong, Orang-orang China sebut Dewa Pelindung. Hari-hari Sembahyang Tua Pek Kong yaitu
Cia Gwee Ceh Ji,
Ji Gwee Ceh Ji,
Cap Jig Wee Lak
dan Pe Gwee Cap Go

Bulan 1  Tanggal 2,
Bulan 2 Tanggal 2,
Bulan 12 Tanggal 16,
dan Bulan 15 Imlek


Kita waktu Sembahyang Hok Tek Ceng Sin Kong Kong sekalian Sembahyang Hok Tek Ceng Sin Po Po ( Istri-nya Hok Tek Ceng Sin ) karena Hok Tek Ceng Sin Po Po ada di samping Hok Tek Ceng Sin Kong Kong. Ada Umat yang mengerti pasti sekalian Sembahyang Hok Tek Po Po.


Dewa Macan Putih ( Pai Fu Sen ) dan Dewa Naga ( Lung Sen ) adalah Pengawal setia Hok Tek Ceng Sin Kong Kong dan Hok Tek Ceng Sin Po Po, kita juga harus pasang hio sua mohon. Dewa Macan Putih dan Dewa Naga adalah Dewa yang bijaksana. Kalau ada Orang susah di-ganggui Orang, asal kita sungguh-sungguh mohon pasti di-tolong.

Kalau kita ada problem, setiap pagi dan sore Sembahyang Hok Tek Ceng Sin dan sekalian baca Keng nya 3 kali atau 5 kali ber-turut-turut sampai 3 Bulan atau 6 Bulan sungguh-sungguh ber-sujud pasti mendapat kabulan.


Sebelum kita baca Keng harus membersihkan batin dahulu. Tidak boleh punya pikiran jahat, fitnah, harus ber-Amal menolong siapa saja yang bisa kita tolong, jangan sering membunuh binatang. Kalau punya uang harus sering sumbang untuk Kelenteng atau Lithang atau Vihara. Kalau tidak mengikuti Peraturan di atas, biar ber-doa berapa banyak juga tidak bisa terkabul.

Gong dilakukan di dalam sebuah jembangan air yang telah pecah. Jembangan itu di-balik dan dari bagian dinding yang pecah ditempatkan sebuah Arca Tu Di Gong, dan dianggap sebagai Kelenteng !  Sebab itu ada pemeo di Kalangan Rakyat yang mengatakan :  You Wu Zhu Da Tang, Mei Wu Zhu Po Gang, arti-nya : Kalau ada rumah tinggal di dalam ruangan besar, kalau tak ada rumah jembangan pecah pun jadi !   Kecuali Kelenteng khusus, di Kelenteng-Kelenteng lain, biasa-nya disediakan Altar Pemujaan Tu Di Gong sebagai pelengkap.



Kaum Petani menganggap Hok Tek Cin Sin sebagai Dewa Pelindung-nya. Kaum Pedagang memandang-nya sebagai Roh Suci yang mendatangkan rezeki. Masyarakat umum memandang-nya sebagai Pelindung Keselamatan. Oleh karena itu-lah Perayaan dan Sembahyang kepada Hok Tek Cin Sin paling banyak dilakukan dalam setahun.

Para Petani dan Pedagang di Propinsi Hok Kian, RRC;  Taiwan dan Negara-negara di kawasan Asia Tenggara, setiap Bulan Tanggal 2 dan Tanggal 16 Penanggalan Imlek Sembahyang kepada Hok Tek Cin Sin, agar usaha dan bisnis-nya lancar. Upacara Sembahyang ini disebut  Zuo Ya { Hok Kian = Cuo Ge }.

Sembahyang pada Tanggal 2 Bulan 2 Imlek disebut Sembahyang Awal TahunTou Ya { Thao Ge }.

Kemudian Sembahyang Tanggal 16 Bulan 12 Imlek disebut Sembahyang Akhir Tahun Mo Ya { Be Ge }.


Hok Tek Cin Sin Be Ge berarti Sembahyang kepada Hok Tek Cin Sin di Akhir Tahun ( Penanggalan Imlek ), menyatakan syukur atas berkah panen yang diperoleh dan kelancaran usaha selama Tahun tersebut.

Dalam 1 Tahun Sembahyang Thao Ge dan Be Ge ini dilaksanakan dengan besar dan meriah. Pada saat Hok Tek Cin Sin Be Ge, para Pedagang juga mengundang para Pelanggan-nya ( Pembeli ) dan para Karyawan-nya untuk menghadiri jamuan pesta.


Senin, 15 April 2019

Dewa-Dewi Dalam Agama Tao



Dalam Agama Tao menyembah banyak Dewa-Dewi. Dalam istilah bahasa Mandarin, terdapat dua macam istilah “Dewa” yaitu : Sen (神) dan Sien (仙). Perbedaan dari keduanya adalah :

Sen (Hanzi : 神; Pinyin : Shén) : Adalah sebuah gelar atau jabatan. Yang memberi gelar/jabatan tersebut adalah Ie Huang Ta Ti. Para Dewa-Dewi tersebut tunduk di bawah perintah Ie Huang Ta Ti. Ini dapat kita umpamakan, ada sebuah kerajaan, Ie Huang Ta Ti sebagai Rajanya dan para Dewa-Dewi adalah para menterinya.

Sien (Hanzi : 仙; Pinyin : xiān) : Adalah seorang manusia yang Siu Tao hingga mencapai tingkatan taraf tertentu, sehingga mendapatkan Tao nya; maka kemudian beliau menjadi Sien.

Beberapa Dewa-Dewi utama yang banyak dipuja dalam Agama TAO adalah : Maha Dewa Thay Shang Lao Cin, Er Lang Shen, Ciu Thian Sien Ni, Thian Shang Seng Bo, Kwan Kong, Lo Tjia, Kong Tek Cun Ong, dan lain sebagainya.

Hujan tidak menghidupkan rumput-rumput yang tak berakar,
Dewa-Dewa hanya menyeberangkan manusia-manusia yang penuh kesadaran.

Sabtu, 13 April 2019

Dewa Juga Sulit Menemukan Seorang Manusia Berakhlak Mulia


Ada sebuah cerita mengenai Lu Dong Bin (呂洞賓), salah satu dari 8 Dewa (八仙), yang akan segera menjadi Dewa. Beliau lahir pada jaman dinasti Tang, tahun 796 M. Beliau hendak mewariskan kekuatan gaibnya kepada seorang murid yang tidak mempunyai sifat serakah.


Untuk menemukan murid yang sesuai dengan kriterianya, Lu Dongbin memikirkan sebuah rencana dan merubah dirinya menjadi seorang tua yang menjual kue bola manis.

Ia memasang satu tulisan di kiosnya : 1 koin 1 kue bola, 2 koin makan sepuasnya”.

Banyak orang datang makan kue bolanya hari itu, tetapi tidak ada yang membayar 1 koin untuk 1 kue bola, semua memilih 2 koin agar dapat makan sepuasnya. Hari semakin larut, tiba-tiba datang Seorang anak muda dan membayar 1 koin, memakan satu kue bola manis, lalu segera meninggalkan tempat.

Lu Dongbin merasa senang dengan pembeli tersebut, lalu ia berusaha mengejarnya dan bertanya pada orang itu, “Mengapa Anda tidak membayar 2 koin dan bisa makan sepuasnya?”

Anak muda itu menjawab dengan menyesal, “Saya hanya mempunyai sisa uang 1 koin saja.”

Mendengar jawaban anak muda tersebut, Lu Dongbin mendesah dan terbang ke langit. Setelah itu Beliau tidak pernah menerima seorang murid pun sepanjang hidupnya.

“Bahkan seorang Dewa pun sulit menemukan seseorang yang tidak rakus, dan tidak mempunyai keinginan.”

Di dalam kehidupan sehari-hari, semua orang sibuk memikirkan untuk bertahan hidup dan berusaha untuk hidup lebih baik,hanya ada sedikit orang yang mau berpikir mengapa semua berjalan seperti demikian.

Alasannya sangat sederhana, karena kehidupan telah membuat manusia terbawa oleh keinginan yang berlandaskan nama baik dan kepentingan diri sendiri.

Nama baik adalah sesuatu yang hampa dan bisa memuaskan kesombongan seseorang, sedangkan kepentingan diri sendiri adalah sesuatu yang nyata serta memuaskan keinginan dan kebutuhan kita.

Manusia demi kebutuhan hidupnya, lambat laun telah menjadi egois dengan selalu berpikir pada pencapaian terpenuhinya kebutuhan untuk kepentingan diri sendiri, yang kemudian berubah makin lama menjadi semakin besar.

Tanpa disadari keinginannya menjadi sangat melambung dan pikiran mereka menjadi bodoh dan semakin kacau balau. Manusia tidak ingin menanggalkan keinginannya dan ingin mendapatkan kepentingan diri sendiri lebih, lebih, dan lebih banyak lagi.

Seseorang mungkin saja mempunyai banyak rumah besar, tetapi orang tersebut hanya butuh 1 ranjang untuk tidur.

Begitupun juga seseorang mungkin saja mempunyai banyak mobil mewah, tetapi dia hanya bisa menaiki 1 mobil setiap kali bepergian











Jumat, 12 April 2019

Dewi Tian Shang Sheng Mu [Ma Zu]



Tian Shang Sheng Mu [Hanzi : 天上聖母; Pinyin : Tiān Shàng Shèng Mǔ] dikenal pula dengan sebutan Ma Zu [媽祖] atau Mak Co (dialek Hokkian) yang berarti ‘Ibu yang Suci’. Memiliki nama kecil Lin Mo Niang [林默娘].

Lahir di Meizhou, Fujian, pada tanggal 23 bulan 3 penanggalan Imlek tahun Jian Long pertama pada masa pemerintahan Kaisar Tai Zu dari Dinasti Song Utara (960 Masehi), sebagai putri ke 7. Ayahnya bernama Lin Yuan yang pernah menduduki jabatan sebagai pengurus di Provinsi Fujian.

A. Masa Kecil hingga Remaja
Semenjak kecil, Lin Mo Niang telah menunjukkan kecerdasan luar biasa. Ia masuk sekolah pada usia 7 tahun dan tidak pernah lupa pada apa yang telah diajarkan padanya. Lin Mo Niang juga tekun berdoa, berbakti pada orang tua, dan suka menolong para tetangganya yang sedang kesulitan.

Oleh sebab itu, Beliau sangat dihormati semua orang. Konon Beliau mendapatkan kitab suci rahasia dari Maha Dewa Tai Shang Lao Jun (太上老君). Beliau juga mahir mengobati penyakit sehingga orang-orang desa memanggilnya Ling Nu (令女; Gadis Mukzizat), Long Nu (龙女; Gadis Naga), dan Shen Gu (神姑; Bibi Sakti).

Meskipun tinggal di tepi pantai, Lin Mo Niang baru belajar berenang saat berusia 15 tahun. Namun Beliau segera menjadi perenang yang hebat. Ia mengenakan pakaian berwarna merah di tepi pantai untuk memandu kapal-kapal nelayan kembali ke rumah, sekalipun pada saat itu cuaca sedang sangat buruk dan berbahaya.

B. Menyelamatkan Ayah dan Saudara-Saudaranya
Dikisahkan bahwa ayah serta saudara2 lelaki Lin Mo Niang bekerja sebagai nelayan. Suatu hari, badai topan yang sangat mengerikan menimpa lautan pada saat mereka sedang mencari ikan. Seluruh keluarga Lin Mo Niang sangat mengkhawatirkan nasib mereka

Satu versi menuliskan Lin Mo Niang sedang mendoakan nasib ayah dan saudara-saudaranya; versi lain menceritakan Ia memperoleh penglihatan gaib akan ayah dan saudara-saudaranya yang tenggelam saat ia tertidur atau saat duduk termenung.

Disaat Lin Mo Niang sedang berusaha menolong mereka dengan kekuatan batinnya (memproyeksikan dirinya di hadapan ayah dan saudaranya), ibunya tiba2 membangunkan Lin Mo Niang, sehingga Ia tidak sempat menolong semuanya dan menjatuhkan kembali saudara2 nya.

Hanya Ayah Lin Mo Niang saja yang kembali dengan selamat, dan menceritakan kepada seluruh penduduk mengenai keajaiban yang Beliau alami. Versi lain menyebutkan ayahnya tidak ikut dalam pelayaran, melainkan hanya ke-4 saudaranya saja yang pergi melaut. Ibunya tiba2 membangunkan Lin Mo Niang disaat sedang menolong saudaranya yang ke-4/terakhir.

Karena hidupnya yang sederhana dan banyak berbuat kebaikan, masyarakat sering memanggilnya dengan sebutan Lin San Ren (林善人; orang yang berhati baik). Beliau dikenal sebagai Dewi Laut, penolong para pelaut, serta pelindung perantauan etnis Tiongkok di wilayah bagian Selatan dan di Asia Tenggara.

Beliau meninggal pada usia ke 28 pada tahun 987; dan setelah kematian nya Beliau banyak dihormati dan dipuja sebagai seorang Dewi dalam Agama TAO.

Pemujaan Tian Shang Sheng Mu dimulai pada dinasti Song dan terus berkembang terutama pada wilayah pesisir pantai dimana penduduknya bergantung dengan aktivitas kelautan, terutama di daerah Zhejiang, Fujian, Guangdong, Hainan, Taiwan dan tempat-tempat lain di Asia Timur dan Asia Tenggara.

Hari Kebesaran Tian Shang Seng Mu (天上圣母) diperingati setiap tanggal 23 bulan 3 Imlek.



Jiang Ziya



Lu Shang (呂尚) umumnya dikenal dengan nama Jiang Ziya (姜子牙) atau Jiang Shang (姜尚), adalah salah seorang pendiri negara bagian Qi. Beliau hidup pada masa abad ke 11 Sebelum Masehi. Sebagai penasihat utama Raja Wen dan Raja Wu dari Zhou, ia memegang peranan penting dalam mengalahkan negara bagian Shang dan Yin. Ia adalah kepala komandan militer dan pendiri Dinasti Zhou Barat.

Setelah Raja Wu mendirikan Dinasti Zhou, Lu Shang dianugerahi wilayah Qi, yang kemudian berkembang menjadi negara yang kuat selama Zaman Musim Semi dan Gugur dan Periode Negara Berperang. Sebagai pendiri negara Qi, gelar anumertanya adalah Adipati Tai dari Qi (Hanzi : 齊太公; pinyin: Qí Tài Gōng).

Sebagai ahli siasat, pemimpin militer dan politikus yang luar biasa, pengaruh Lu Shang dapat dirasakan sepanjang masa Tiongkok Kuno. Ia dikenal luas dalam tulisan-tulisan bersejarah dan dihormati sebagai ahli tertinggi oleh berbagai sekolah filosofi, termasuk Konfusianisme, Taoisme, Legalisme dan Militerisme.

Lu Shang lahir di Donghai (sekarang kota Rizhao) propinsi Shandong pada abad ke 11 Sebelum Masehi. Nama keluarganya adalah Jiang dan nama pemberiannya adalah Shang. Ia tergolong dalam clan Lu-Shi. Nama kehormatannya adalah  “Ya” dan “Jiang Tai-Gong” dan gelar kehormatannya adalah “Ziya”. Raja Wu dari Zhou menyebutnya “Shi Shangfu”. Lu Shang adalah generasi ke 54 dari keturunan Kaisar legendaris Yan Di Shen Nong.

Jiang Taigong Memancing Tanpa Kail

Raja Zhou dari Shang merupakan seorang tirani yang tak kenal ampun, dan Raja Wen dari Zhou ingin menggulingkannya. Guru dari Lu Shang yang memanggilnya dengan nama Jiang Ziya mengirimkannya ke dunia sekuler untuk membantu Raja Wen.

Jiang Ziya merasa bahwa karena ia sudah berusia lebih dari 50 tahun, dan ia tidak mengenal Raja Wen, tidak mungkin baginya untuk memperoleh kepercayaan dari Raja Wen. Karenanya, ia pergi memancing di rute yang diambil Raja Wen untuk kembali ke Ibukota.

Kail ikan biasanya melengkung di salah satu ujungnya. Namun, Jiang Ziya berhasil menangkap banyak ikan tanpa kail dan umpan. Saat Raja Wen melihat ini, ia tahu bahwa Jiang Ziya memiliki kemampuan khusus.

Setelah berbicara dengannya, Raja Wen yakin bahwa Jiang Ziya memang pria yang berbakat dan memutuskan untuk memberinya tugas-tugas penting. Jiang Ziya kemudian membantu Raja Wen dan putranya untuk menaklukan Raja Zhou dan mendirikan Dinasti Zhou.

Saat diangkat menjadi adipati negara bagian Qi (sekarang propinsi Shandong). ia memerintah wilayah tersebut dengan mengeksploitasi sumber daya alamnya. Ia memprakarsai peternakan dan kegiatan-kegiatan untuk memproduksi garam.

Negara bagian itu dengan cepat menjadi makmur dan memeperkuat pemerintahan Dinasti Zhou di bagian timur. Kemudian, ia membantu Raja Wu, Raja Cheng dan Raja Kang dalam mempromosikan kemajuan dan perkembangan sosial.

Ahli Strategi Militer

Lu Shang merupakan ahli strategi dan penasihat yang hebat. Ajarannya dalam bidang militer, politik dan kebudayaan menjadi dasar bagi generasi yang akan datang, dan diikuti oleh orang-orang Tiongkok. Ia juga menulis kitab ilmu perang yang masih terkenal sampai sekarang, yang menjadi dasar dari ilmu perang Sun Zi beberapa ratus tahun kemudian.

Ideologi Politik

Setelah Lu Shang mendirikan fondasi negara bagian Qi, ia menjaga agar kerajaan itu tidak dimiliki oleh hanya satu orang, tapi oleh seluruh rakyat. Karenanya, raja harus mencari keuntungan untuk rakyatnya, dan harus mengemban tanggung jawab menciptakan mata pencarian untuk mereka. Inilah cara untuk meraih dukungan rakyat dan menyatukan negeri.

Mencintai Rakyat

Lu Shang percaya bahwa mencintai rakyat berarti memenangkan dukungan mereka dengan kebajikan dan menanam kebaikan. Menurut Lu Shang, pemimpin harus  mendengarkan pendapat rakyat, mencintai rakyat, menyatukan rakyat dan mempraktikkan kebajikan dan kebenaran.

Dengan begitu, orang yang memenangkan hari rakyat pastilah bukan orang yang meraih pencapaian ini dengan paksa atau kekejaman. Sebaliknya, ia akan bisa memimpin dengan kebajikan, sambil menanam kebaikan, dan melarang kelaliman.

Lu Shang percaya bahwa sebuah negara bisa menjadi kuat hanya jika rakyatnya makmur. Jika para pejabat menikmati kekayaan sementara rakyatnya tetap miskin, penguasa tersebut takkan bertahan lama. Raja Wen membawa kemajuan dan kemakmuran di negara bagian Zhou dengan mengikuti pedoman ini.

Pikiran Rakyat

Lu Shang sangat percaya akan humanisme. Untuk menstabilisasi kerajaannya, Lu Shang berkata “Seperti surga memiliki siklusnya sendiri, rakyat memiliki kehidupan sehari-hari dan pekerjaannya sendiri”. Lu Shang adalah seorang peraih kesuksesan yang berbakat dalam sejarah Tiongkok kuno.

Beliau juga merupakan tokoh hebat pertama yang muncul dalam panggung pertunjukkan sejarah Tiongkok. Sebagai Dewa Religi, ia dipuja sebagai Dewa Seni Bela Diri dan Dewa Kecerdasan. Lu Shang masih dianggap sebagai Dewa Pelindung. Banyak yang masih percaya, “jika Taigong ada disini, tak ada yang perlu ditakutkan”.